KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke
Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul "Bakteri
pada Makanan" tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini saya menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini saya menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Surakarta, 12 Juni 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Makanan merupakan salah satu
kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya makanan maka manusia tidak
dapat melangsungkan hidupnya. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh
dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak,
memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme
dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain. Selain itu,
makanan juga berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai
penyakit (Notoatmodjo, 2003).
Bahan makanan, selain merupakan sumber
gizi bagi manusia, juga
merupakan
sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan
pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya.
Agar makanan dapat berfungsi sebagaimana
mestinya maka perlu diperhatikan kualitas makanan melalui ketersediaan zat-zat
gizi yang terkandung didalamnya dan bebas dari cemaran mikroba. Makanan yang
terkontaminasi oleh mikroorganisme akan mengakibatkan gangguan kesehatan karena
mikroorganisme tersebut dapat memproduksi racun yang dapat menyebabkan
timbulnya suatu penyakit (Mulia, 2005).
Bahan pangan dapat bertindak sebagai
perantara atau substrat untuk
pertumbuhan
mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular
yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc, mudah tersebar
melalui bahan makanan.
Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya
gagguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan,
alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman
atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi pangan
yan mengandung parasitparasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini
sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau
sering tertukar dalam penentuan penyebabnya.
Secara umum, istilah keracuan makanan
yang sering digunakan untuk
menyebut
gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguangangguan yang
diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organismeorganisme tertentu dan
gangguan-gangguan akibat terinfeksiorganisme penghasil toksin. Toksin-toksin
dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk
metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme.
Makanan
yang terkontaminasi dapat disebabkan oleh hygiene sanitasi makanan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Untuk mendapatkan makanan dan minuman yang memenuhi
syarat kesehatan maka perlu diadakan pengawasan terhadap hygiene sanitasi
makanan dan minuman yang diutamakan pada usaha yang bersifat umum seperti
restoran, rumah makan, ataupun pedagang kaki lima mengingat bahwa makanan dan
minuman merupakan media yang potensial dalam penyebaran penyakit (Depkes RI,
2004).
BAB II
ISI
A.
Pengertian
Mikroorganisme
Mikroorganisme
merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi dalam Ali,
2008). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan
aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan
energi dan bereproduksi dengan sendirinya.
Mikroorganisme
memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus
mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi
yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi
pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk
menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak
diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan.enzim-enzim tertentu
yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan
makanan tersebut sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tembat
yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya
relative cepat (Darkuni dalam Ali, 2008). Oleh karena aktivitasnya tersebut,
maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang
merugikan maupun yang menguntungkan.
Sekilas,
makna praktis dari mikroorganisme disadari tertutama karena kerugian yang
ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Misalnya dalam bidang
mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme yang
pathogen yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas.
Walaupun di bidang lain mikroorganisme tampil merugikan, tetapi perannya yang
menguntungkan jauh lebih menonjol (Ali, 2008)
B.
Peran
Menguntungkan Bakteri dalam Bidang Pangan / Makanan
Menurut Schlegel
(1994) beberapa bukti mengenai peranan mikrobiologi dapat dikemukakan sebagai
proses klasik menggunakan bakteri. Di Jepang dan Indonesia sudah sejak
zaman dahulu kacang kedelai diolah dengan menggunakan bantuan fungi, ragi, dan
bakteri asam laktat. Bahkan sudah sejak zaman perang dunia pertama fermentasi
terarah dengan ragi digunakan untuk membuat gliserin. Asam laktat dan asam
sitrat dalam jumlah besar yang diperlukan oleh industri makanan, masing-masing
dibuat dengan pertolongan bakteri asam laktat dan cendawan Aspergillus niger.
Pengawetan makanan dengan mikroorganisme, misalnya
pada :
1. Sayuran yang terfermentasi
Hampir semua sayuran dapat mengalami fermentasi
bertipe asam laktat, yang biasanya dilakukan oleh berbagai jenis Sterpcococcus, Lactobacillus leuconostoc,
dan Pediococcus. Organisme-organisme ini mengubah
gula yang terdapat dalam sayuran terutama menjadi asam laktat yang mengatasi
pertumbuhan organisme lain dan menberi rasa unik pada sayuran yang
terfermentasi. Setelah fermentasi, sayuran semacam itu sering disebut
“teracarkan” dan tidak jarang terlihat botol-botol acar bit, acar kacang hijau,
atau acar wortel.
2. Saurkraut (kubis asin)
Saurkraut ialah produk fermentasi asam laktat kubis
yang diparut. Kubis segar selalu mengandung sejumlah jenis Leuconostoc dan Lactobacillus,
sehingga tidak perlu ditambahkan bakteri untuk memulai fermentasi.
3. Acar
Organisme yang bertanggungjawab terhadap acar
terfermentasi pada dasarnya adalah semua jenis marga Lactobacillus dan produk akhirnya mempunyai
sekitar keasaman yang sama dengan saurkraut.
4. Zaitun
Zaitun hijau semula diperlakukan dengan 1 sampai 2
persen larutan alkalis selama 24 jam untuk menghilangkan sebagian dari rasa
pahit. Setelah dicuci dengan sempurna untuk mehilangkan air alkalis,
zaitun diletakkan dalam tong dan direndam dengan larutan garam 6 sampai 9
persen. Fermentasi asam laktat yang kemudian berlanjut berlangsung selama
6 hingga 10 bulan, yang setelah itu zaitun hijau dipilah dan dikemas.
5. Daging terfermentasi
Sosis adalah satu-satunya produk daging
terfermentasi. Sosis yang telah diolah kemudian disimpan pada suhu 8oC selama 40 hari atau lebih, yang selama waktu itu
terjadi fermentasi asam laktat disertai dehidrasi daging yang cukup.
Tentu saja hal ini meningkatkan kadar garam yang bersama dengan asam laktat
mencegah pertumbuhan organisme yang merusak.
6. Makanan terfermentasi dari timur
Kecap dibuat dari kedelai yang dimasak kemudian
difermentasi. Enzim disekresikan oleh jamur Aspergillus yang menghidrolisiskarbohidrat dan
protein kedelai dan tak diragukan lagi menyebabkan cita rasa kecap yang
khas. Lactobacillus delbrueckii memfermentasi
karbohidrat, yang membentuk cukup asam kojat untuk mencegah perusakan.
Bakteri asam laktat yang lain maupun beberapa marga khamir memberikan sumbangan
kepada citarasa akhir kecap.
7. Protein sel tunggal
Single cell protein (SCP) mengacu pada mikroorganisme
yang digunakan sebagai makanan baik untuk manusia maupun hewan. Protein
ini terdiri atas khamir, ganggang atau bakteri, walaupun kebanyakan prosesor
SCP pada akhir-akhir ini menggunakan khamir. Produksi SCP memberikan
metode pengubahan sumber karbohidrat yang murah menjadi makanan yang dapat
dimakan yang mengandung sampai sebanyak 70 persen protein dan bobot kering
maupun kebanyakan vitamin B (Volk, 1990). Sebagai sumber protein, organisme penghasil PST
mempunyai beberapa keunggulan, keunggulan tersebut terletak pada kemampuan
perkembangbiakan yang cepat dan relatif mudah, serta mempunyai konversi protein
yang tinggi dibanding sumber protein yang lain. PST mempunyai kadar protein
yang lebih tinggi dibandingkan kadar protein kedelai. Keunggulan lainnya yaitu
substrat yang digunakan sebagai media tumbuh mikrobia penghasil PST ini dapat
memanfaatkan limbah.
Beberapa contoh mikrobia yang dapat digunakan
sebagai PST yaitu Saccharomyces
cerevisiae dan Candida utilis. Mikroba
ini dapat dibiakkan dalam skala besar ( industri). Protein yang dihasilkan oleh
mikrobia ini mengandung asam nukleat tinggi, namun tubuh manusia kurang
memiliki enzim untuk memetabolismenya. Hal ini cenderung menimbulkan reaksi
yang merugikan pada saluran penceranaan manusia. PST dari mikrobia ini (Saccharomyces cerevisiae dan Candida utilis) sering digunakan sebagai
suplemen makanan ternak.
Mikroba lain yang digunakan sebagai sumber
PST yaitu Spirulina. Spirulina termasuk
Cyanobacteria ( ganggang biru ) yang
dapat berfotosintesis sehingga sangat menguntungkan sebagai sumber makanan. Spirulina telah digunakan selama
berabad-abad dalam bentuk kering oleh bangsa Aztec, di Meksiko.
C.
Peran
Negatif Bakteri dalam Bidang Pangan
Berbagai penyakit
atau infeksi yang berbeda-beda mungkin terjadi karena memakan makanan yang
terkontaminasi dengan organisme patogen. Infeksi makanan terjadi karena
memakan makanan yang mengandung organisme hidup yang mampu sembuh atau
bersporulasi dalam usus yang menimbulkan penyakit.
Penyakit yang paling
mendapat perhatian adalah penyakit-penyakit makanan yang disebabkan oleh
organisme yang biasanya dianggap ada.
1.
Infeksi
Makanan
Infeksi makanan terjadi karena memakan makanan yang
mengandung organisme hidup yang mampu sembuh atau bersporulasi di dalam usus
yang menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi
makanan meliputi C. Perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah jenisSalmonela yang berlainan.
a.
Salmonella
Reservoir
utama bagi Salmonella ialah saluran
pencernaan banyak hewan, meliputi burung, hewan ternak, reptilia, dan
manusia. Orang menjadi terinfeksi karena kemasukan makanan atau minuman
yang terkontaminasi. Sudah barang tentu air menjadi tercemar karena
masuknya kotoran dari hewan apa saja yang mengekskresi Salmonella. Infeksi melalui makanan terjadi
karena masuknya daging yang terkontaminasi atau melewati tangan sebagai
perantara dalam pemindahan Salmonella dari
sumber yang terinfeksi.
b.
Clostridium
perfringens
Organisme ini memproduksi berbagai ragam
eksotoksin. Membentuk spora apabila berada di dalam usus, dan hanya pada
waktu pembentukan endospora dalam usus itulah toksin peracunan makanan
diproduksi. Sumber yang paling sering ialah daging atau produk-produk
daging. Masuknya masakan daging semacam itu mengakibatkan rasa sakit
perut dan diare yang akut sesudah masa inkubasi 8 sampai 24 jam.
c.
Vibrio
parahaemolyticus
Kerang-kerangan
merupakan sumber infeksi saluran pencernaan jika dimasak mentah atau sedikit
dimasak. Belum diketahui dengan tepat bagaimana diare yang dihubungkan
dengan organisme ini dapat terjadi, tetapi kegawatan infeksi ini dapat
dirasakan dengan memikirkan kenyataan bahwa laju kematian karena infeksi V. Parahaemolytikus dapat
mendekati 7 atau 8 persen.
2.
Peracunan
Makanan
Peracunan
makanan tidak disebabkan oleh menelan organisme hidup melainkan dengan
kemasukan toksin atau substansi beracun yang beracun yang disekresikan ke dalam
makanan. Dalam hali yang terakhir, organisme ini mungkin mati setelah
pembentukan toksin dalam makanan, tetapi apabila toksin itu sendiri
dimusnahkan, peracunan makanan yang hebat dapat terjadi dari memakanan makanan
itu. Organisme yang menyebabkan peracunan makanan mencakup S. aureus, C. botulium,
dan B. cereus.
a.
Staphylococcus
Peracunan ini disebabkan oleh kokus gram positif
kecil, stafilokokus yang sama bertanggung jawab atas banyak masalah infeksi di
rumah sakit. Organisme itu mudah tumbuh pada media hara biasa dan
walaupun banyak galur memerlukan beberapa asam amino dan satu vitamin B atau
lebih, galur-galur ini tidak dapat dipandang sebagai bakteri yang sukar
dipelihara. Ciri peracunan makanan stafilokokus yang sangat menonjol
adalah diare yang hebat, muntah-muntah dan sakit perut, sedangkan bantuan yang
menonjol adalah masa inkubasinya yang pendek sekitar 2 sampai 4 jam.
b.
Bacillus
cereus
Organisme ini adalah batang besar gram positif yang
membentuk spora dan merupakan salah satu anggota suku Bacillaceae saprofit yang
paling sering terdapat dimana-mana. Apabila makanan yang di dalamnya
terdapat organisme ini, selama 24 jam terjadi rasa sakit perut yang hebat dan
diare beberapa jam setelah termakan. Ditemukan di dalam tanah dan pada
makanan mentah dan kering, mencakup beras yang belum dimasak.
c. Clostridium botulinum
Batang gram positif yang besar dalam suku Bacillaceae,
adalah jasad etiologi peracunan makanan yang sangat fatal dan biasanya terjadi
setelah menelan eksotoksin yang terbentuk sebelumnya yang dihasilkan oleh
organisme ini sewaktu tumbuh dalam makanan.
3.
Keracunan
Keracunan makanan terjadi karena memakan makanan yang
mengandung organisme hidup yangmampu sembuh atau bersporulasi dalam usus, yang
menimbulkan penyakit. Organisme yangmenimbulkan keracunan makanan meliputi C.perfringens,
vibrio parahaemolyticus dan sejumlah jenis Salmonella yang
berlainan.
D.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba
pada Makanan
1.
Faktor intrinsik
meliputi :
a. pH
pH
menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan, dan setiap mikroba
masing-masing mempunyai pH optimum, pH minimum dan pH maksimum untuk
pertumbuhannya.
Bakteri
paling baik tumbuh pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam
atau basa. Berdasarkan pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhannya,
mikroba digolongkan ke dalam:
1.
Mikroba asidofilik: pH
antara 2,0 - 5,0
2.
Mikroba mesofilik: pH
antara 5,5 -
8,0
3.
Mikroba alkalifilik: pH
antara 8,4 -
9,5
Mikroorganisme
fermentatif memperlihatkan rentang nilai pHi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan mikroorganisme yang menggunakan jalur respirasi. Pada mikroorganisme
fermentatif , produksi produk fermentatif yang bersifat asam dan akumulasinya
mengakibatkan gangguan keseimbangan pH dan pembatasan pertumbuhan.Sejumlah
mikroorganisme meningkatkan mekanisme kompensasi untuk mencegah efek toksik
dari akumulasi produk yang bersifat asam dan berkonsentrasi tinggi tersebut.
Contoh mekanisme tersebut, dengan menginduksi jalur metabolik baru untuk tujuan
produksi produk netral butanol dari butirat oleh Clostridium acetobutylicum dan
butanediol dari asetat oleh Klebsiella aerogenes.
b. aktivitas
air (activity of water, aw),
Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa
adanya air. Air dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba
biasanya dinyatakan dengan “water activity” (aw). aw dibedakan dengan RH, aw
digunakan untuk larutan atau bahan makanan, dan RH untuk udara atau ruangan.
Bakteri
perlu air lebih banyak dari kapang dan khamir, serta tumbuh baik pada aw
mendekati satu yaitu pada konsentrasi gula atau garam yang rendah. aw optimum
dan batas terendah untuk tumbuh tergantung dari macam bakteri, makanan, suhu,
pH, adanya oksigen, CO2 dan senyawa-senyawa penghambat. Pada umumnya kapang
membutuhkan aw lebih sedikit daripada khamir dan bakteri. Setiap kapang
mempunyai aw minimum untuk tumbuh, dan untuk mencegah pertumbuhan kapang
sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah 0,62. Khamir membutuhkan air yang lebih
sedikit dibandingkan bakteri, tetapi lebih banyak daripada kapang. Umumnya
batas aw terendah untuk khamir sekitar 0,88– 0,94
c. Kandungan nutrien
Bakteri Autotrofik (litotrof), untuk pertumbuhannya
hanya membutuhkan air, garam anorganik dan karbon dioksida. Kelompok ini
mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar metabolit organik esensial.
Bakteri heterotrofik (organotrof) membutuhkan karbon organik untuk
pertumbuhannya
d. Bahan antimikroba dan
struktur bahan makanan.
Beberapa unsur dalam
bahan makanan mempunyai sifat antimikroba. Susu sapi mengandung laktoferin,
konglutinin, lisozim, laktenin dan sistem laktoperoksidase. Bahan antimikroba
dalam telur adalah lisozim, konalbumin, ovomukoid, avidin. Sistem
laktoperoksidase terdiri dari laktoperoksidase, tiosianat dan peroksidase.
Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek antimikroba. Susu kambing mengandung
lebih banyak lisozim dibandingkan susu sapi. Meskipun demikian kandungan
lisozim susu lebih rendah bila dibandingkan dengan putih telur. Laktoferin
adalah protein penangkap Fe dalam susu dan dapat disamakan dengan konalbumin
putih telur. Lisozim yang terdapat dalam telur menyebabkan lisis lapisan
peptidoglikan dinding sel bakteri. Kandung lisozim dalam telur adalah 3,5 %.
Struktur bahan makanan
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme misalnya lemak karkas dan
kulit pada karkas unggas dan karkas babi dapat melindungi daging dari
kontaminasi mikroorganisme. Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar
25-40 µm dapat mempersulit masuknya mikroorganisne ke dalam telur walau tidak
dapat mencegah tetap masuknya mikroorganisme. Mikroorganisme akan ditahan oleh
lapisan membran dalam yang mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging
giling atau daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih
memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak dibandingkan dengan
pada daging karkas.
2.
Faktor
ekstrinsik
Faktor
ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu penyimpanan
dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya berhubungan dengan pengaruh
atmosferik seperti :
a.
Kelembaban,
Kelembaban lingkungan (relative
humidity, RH) penting bagi bahan makanan dan pertumbuhan mikroorganisme
pada permukaan bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan
menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada
permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai aktivitas airnya.Produk bahan
makanan yang kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan
menyerap kelembaban sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama
akan terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan
yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi air di bagian
permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan produk yang
dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan
dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme.
b.
Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kehidupan mikroorganisme.
Berdasarkan suhu optimum
pertumbuhannya :
·
Psikrotropik: 14-20 C, tetapi dapat tumbuh
lambat pada suhu refrigerator (4 C).
Contoh pada makanan kaleng
adalah Clostridium botulinum tipe E dan strain
non-proteolitik tipe B dan F.
·
Mesofilik: 30-37 C
Merupakan suhu normal gudang
Contoh : Clostridium botulinum
·
Termofilik: 45-60 C.
Bakteri termofilik tidak
memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan.
Contoh bakteri : Bacillus stearothermophilus
c.
Cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.
Adanya cahaya dan sinar ultra
violet dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan toxin yang
dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus.
Pada umumnya mikroorganisme
rusak akibat cahaya, terutama pada mikroba yang tidak mempunyai pigmen
fotosintetik. Sinar dapat merusak
beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna bahan pangan
dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi lemak dan perubahan
protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif terhadap sinar dapat
dilindungi dengan cara pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.
d. Udara
Ketika makanan terbuka dan terkena udara maka diperkirakan akan terjadi
kontaminasi bakteri yang ada di udara sehingga jumlah bakteri akan bertambah.
E.
Pengendalian
mikroorganisme pada makanan
Pengendalian
mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya bertujuan untuk membuat
bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan perkataan lain bertujuan untuk
pengawetan bahan makanan. Pengendalian mikroorganisme berarti mencegah
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat berarti membunuh atau menghambat
pertumbuhan itu sendiri. Biasanya tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik
atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat dilakukan dengan cara perlakuan
termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan penyinaran (iradiasi). Perlakuan
termal terdiri dari suhu rendah, yaitu pendinginan dan pembekuan, dan suhu
tinggi/pemanasan yang dapat berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan
pengeringan dapat dilakukan dengan cara pengeringan atau cara pengeringan beku.
Perlakuan penyinaran dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi
(sinar röntgen, sinar gamma, sinar elektron). Perlakuan kimia dapat dilakukan
dengan cara penggaraman, curing, pengasaman, pengasapan dan pemberian bahan
pengawet.
1.
Perlakuan termal
Suhu merupakan
faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
Dibandingkan dengan mahluk tingkat tinggi, mikroorganisme memiliki rentang
pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira – 15 s/d 90 °C). Pada suhu rendah,
pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan
mati. Pada kedua situasi di atas, terkait proses terjadinya metabolisme yang
menyebabkan terjadinya kerusakan bahan makanan. Karena proses enzimatik juga
bergantung pada suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan menyebabkan
pengawetan hampir seluruh bahan makanan.
a.
Suhu rendah
Suhu rendah tidak membunuh
mikroorganisme tetapi menghambat perkembangbiakannya. Dengan demikian
pertumbuhan mikroorganisme semakin berkurang seiring dengan semakin rendahnya
suhu, dan akhirnya di bawah “suhu pertumbuhan minimum” perkembangbiakannya akan
berhenti.
b. Suhu
tinggi
Pengendalian mikroorganisme
melalui perlakuan suhu tinggi pada umumnya dilakukan dengan pasteurisasi atau
sterilisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan dengan suhu di bawah 100 °C dan
tidak akan menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan
demikian produk yang dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila tidak
disertai perlakuan pendinginan atau faktor proses lainnya seperti perubahan aw dan pH. Sterilisasi adalah pemanasan yang
dapat menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim sehingga produk dapat tahan
lama.
2.
Perlakuan
pengeringan
Pengeringan
adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada aw kurang dari 0,70 pertumbuhan agen penyebab
infeksi dan intoksikasi tidak perlu dikuatirkan lagi. Pada produk yang
dikeringkan, mikroorganisme berada dalam keadaan “tidur” atau dengan perkataan
lain berada dalam fase lag yang diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi
(penyerapan air kembali) maka flora yang ada dalam bahan makanan dapat kembali
beraktivitas. Secara umum pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di bawah
tekanan udara dan pengeringan vakum. Proses yang khusus adalah kombinasi antara
pembekuan dan penghilangan air dengan atau tanpa vakum. Pengeringan dengan
udara dilakukan dalam udara yang bergerak, dalam ruang pengeringan yang
dipanaskan, dll.
3.
Perlakuan
penyinaran
Dosis
penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah bila dosisnya
adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila lebih dari
10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah untuk desinfeksi,
pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan kualitas produk.
Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal mungkin bahan makanan
yang hilang akibat proses pengawetan, dan penghematan energi serta keuntungan
lainnya. Daging sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan menyebabkan
pertumbuhan Psedomonas dan Enterobacteriaceae sangat terhambat
tanpa menyebabkan perubahan organoleptik. Shelf life daging mentah yang
dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi dengan dosis
antara 0,3 – 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis.
4. Perlakuan kimia
Perlakuan yang
biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam. Penggaraman ini bertujuan
untuk menurunkan aktivitas air dan garam sendiri tidak memiliki pengaruh
antimikroba secara langsung. Perlakuan yang lain adalah dengan curing,
yaitu perlakuan dengan menggunakan garam dapur dan garam nitrit (natrium nitrit
atau kalium nitrit). Perlakuan ini dapat menghambat pertumbuhan dan produksi
toxin oleh Clostridium botulinum. Efek utamanya adalah menentukan
panjangnya fase lag. Faktor yang mempengaruhi efektivitas nitrit antara lain
pH, oksigen, komponen pangan lainnya (konsentrasi garam), pemanasan dan
iradiasi. Pengasapan juga merupakan salah satu cara pengendalian mikroorganisme
dalam bahan makanan dengan menggunakan metode pengasapan dingin, pengasapan
hangat dan pengasapan panas. Pengasaman dan penggunaan bahan pengawet juga
lazim dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak merugikan kesehatan
selama diberikan dengan dosis yang tepat untuk tujuan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar pustaka
•
S,Susiwi.2009.Kerusakan
Pangan.Universitas Pendidikan Indonesia
•
Siagian,Albiner.2002.
MIKROBA PATOGEN PADA MAKANAN DAN SUMBER PENCEMARANNYA. Universitas Sumatera
Utara
•
Aryulina,
Diah dkk. 2001. Biologi Jilid 1.
•
Sembiring,Langkah
dkk.2009.Biologi.Semarang.Aneka Ilmu